[PART III]
Mulai saat itu aku selalu rajin
mengirimnya pesan. Dan dia pun membalas pesanku itu dengan akrab. Dia beda
sekali saat di sms. Sifat dinginnya benar-benar tidak tergambarkan dari cara
dia memberikan perhatian dan cara dia menjawab semua pertanyaan yang aku
lontarkan kepadanya.
Beberapa
minggu ini aku selalu berbalas-balasan pesan dengannya. Setiap pagi pun aku
sudah tidak jarang lagi untuk bertemunya di jalan. Bertegur sapa setiap ketemu
di sekolah. Berangkat dan pulang sekolah bareng. Bahkan dia sering membantuku
untuk menggeser-geser setiap motor yang menghalangi jalan untuk motorku keluar
parkiran. Tak hanya dia yang sering membantuku, namun teman-temannya juga
seperti itu. Tak jarang mereka mengajakku untuk bergabung dengan gerombolan
mereka jika waktu istirahat tiba.
Kian
hari aku dan Habibi semakin dekat. Kami sudah saling curhat satu sama lain.
Bahkan aku selalu bercerita tentang kegiatan yang sedang aku lakukan. Tak
jarang ia pun curhat tentang kesusahannya di dalam mata pelajaran tertentu ke
aku, dan kami pun berlajar bareng untuk menyelesaikannya.
Kedekatan
kami kian berjalan semakin dekat. Kami juga sering untuk jalan bareng setiap
pulang sekolah. Entah itu ke mall, ke toko buku, ke rumah makan, ke studio
musik tempat dia dan teman-temannya berlatih band, sampai ke lapangan futsal
saat kelasan dia mengadakan latihan futsal yang rutin di laksanakan setiap
akhir bulan.
Sudah
banyak gosip yang menyebar kalau aku jadian dengannya. Dia memang seorang yang
lumayan terkenal di skolah. Dia yang ganteng, dia yang tinggi, dia yang putih,
dan dia yang banyak disukai oleh wanita-wanita lain.
Setiap
malam pun tak jarang kami untuk bertelfonan. Mendengar suara satu sama lain
sebelum tidur telah menjadi kebiasaan kami sekarang. Dan setiap aku mensyukuri
kedekatanku dengannya –yang belum tentu semua orang bisa rasakan, aku selalu
meyakini bahwa keberanianku yang telah merontokkan rasa maluku dihadapannya
saat itu tidak berujung dengan sia-sia.
“Kamu
jadian sama Habibi, ya?” pertanyaan itu selalu muncul di setiap hariku.
Sahabat-sahabatku
pun selalu meledekku dengannya. Tapi, kenyataan belum berpihak untuk
mengabulkan setiap perkataan mereka. Sampai saat ini, antara aku dan dia tidak
ada yang mengungkapkan kalimat cinta apapun.
Ada
rasa ingin sekali mengatakannya duluan. Tapi, aku masih setia menunggu hingga
dia yang mengungkapkannya lebih dulu. Sampai kedekatan kami menemui tahun
pertama. Bukan hanya sekedar dekat. Untuk berpegangan tangan ditempat umum pun
bukan menjadi hal yang jarang kami lakukan. Dengan lembut ia selalu menuntunku
kesetiap tempat yang kami ingin datangi.
Mungkin
orang-orang yang tidak mengenal kami akan berpendapat kalau kami jadia dan
memiliki sebuah hubungan khusus.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar