Aku teringat perkatalan alm kakekku, kata beliau “ala bisa karena biasa”. Kalau dulu, sih kakek yang biasa aku panggil dengan sebutan abah ende, mengajariku tentang puasa.
“Orang bisa nggak lapar saat puasa karena mereka terbiasa.
Ala bisa karena biasa.”
Kalau tidak salah, saat itu aku masih duduk di bangku taman
kanak-kanak dan sedang mengeluh kepalaran karena sedang berpuasa.
Tapi sekarang aku menyadari kalau kalimat itu biasa
digunakan untuk hal apa saja. Termasuk dalam hal percintaan.
Aku menyukai seseorang, teman sekelasku di bangku kuliah.
Kami sempat dekat, setiap kali aku mendapatkan chat dari dia, jantungku
terasa berdegup kencang sekali. Kalau kata kebanyakan orang saat jatuh cinta
kita merasakan seperti ada ribuan kepakan sayap di perut kita. Rasanya seperti
geli-geli gimana gitu. Aku pun merasakan hal seperti itu setiap kali bertukar
pesan dengannya.
Tapi lama kelamaan, kami sempat lost contact. Lama
sekali tidak bertukar pesan atau teleponan. Bahkan agenda kuliah pun sudah
mulai jarang karena sudah selesai masa skripsi. Kami bertemu jika hanya ada
acara semisal pernikahan teman sekelas, atau pengambilan ijazah dan lainnya.
Tidak seperti dulu yang bisa seminggu sekali bertemu setiap jadwal kuliah.
Tapi sering kali juga aku bergumam kalau aku merindukannya.
Aku ingin sekali dapat pesan dari dia lagi. Tapi aku tidak ingin memulai
duluan. Rasanya malu. Terlebih setelah mendengar kalau dia sedang melakukan
PDKT dengan wanita lain.
Tapi aku pun pernah mencoba memberanikan diri mengirim pesan
kepadanya duluan. Saat itu aku memang sedang membutuhkan bantuannya. Karena
yang dipikiranku, hanya dia yang bisa membantu.
Saat mengetik, aku sempat ragu. Bertanya lagi pada diri
sendiri apakah aku perlu melakukan ini? Apakah google tidak bisa membantuku
untuk menemukan jawaban yang aku cari? Apakah hanya dia yang bisa aku hubungi
di saat seperti ini?
Untuk menanyakan satu pertanyaan ke dia, membuat aku bertemu
dengan banyak pertanyaan lainnya. Pertanyaan yang hanya aku yang bisa
menjawabnya.
Pada akhirnya, aku tetap mengirim dia pertanyaan itu.
Saat dia membalas, aku menyadari hal lain. Aku tidak lagi
merasakan perasaan seperti dulu. Perasaan yang sangat menggebu-gebu saat nama
dia masuk dalam daftar pesanku. Aku merasa biasa saja. Padahal jawaban dia pun
seperti biasanya, tidak ketus dan sangat ramah.
Aku menyadari: perasaanku sudah berbeda terhadapnya.
Mungkin bisa dibilang kalau aku sudah tidak menyukai dia
seperti dulu. Mungkin juga aku sudah terbiasa untuk tidak pernah mendapatkan
pesan lagi darinya. Sehingga aku bisa untuk merasa biasa saja saat itu.
Ala bisa karena terbiasa.
Aku bisa merasaan perasaan yang biasa saja karena aku sudah
terbiasa tidak berhubungan dengannya lagi.
-Anjar-