Rabu, 14 Oktober 2020

Ala Bisa Karena Biasa

 Aku teringat perkatalan alm kakekku, kata beliau “ala bisa karena biasa”. Kalau dulu, sih kakek yang biasa aku panggil dengan sebutan abah ende, mengajariku tentang puasa.

“Orang bisa nggak lapar saat puasa karena mereka terbiasa. Ala bisa karena biasa.”

Kalau tidak salah, saat itu aku masih duduk di bangku taman kanak-kanak dan sedang mengeluh kepalaran karena sedang berpuasa.

Tapi sekarang aku menyadari kalau kalimat itu biasa digunakan untuk hal apa saja. Termasuk dalam hal percintaan.

Aku menyukai seseorang, teman sekelasku di bangku kuliah. Kami sempat dekat, setiap kali aku mendapatkan chat dari dia, jantungku terasa berdegup kencang sekali. Kalau kata kebanyakan orang saat jatuh cinta kita merasakan seperti ada ribuan kepakan sayap di perut kita. Rasanya seperti geli-geli gimana gitu. Aku pun merasakan hal seperti itu setiap kali bertukar pesan dengannya.

Tapi lama kelamaan, kami sempat lost contact. Lama sekali tidak bertukar pesan atau teleponan. Bahkan agenda kuliah pun sudah mulai jarang karena sudah selesai masa skripsi. Kami bertemu jika hanya ada acara semisal pernikahan teman sekelas, atau pengambilan ijazah dan lainnya. Tidak seperti dulu yang bisa seminggu sekali bertemu setiap jadwal kuliah.

Tapi sering kali juga aku bergumam kalau aku merindukannya. Aku ingin sekali dapat pesan dari dia lagi. Tapi aku tidak ingin memulai duluan. Rasanya malu. Terlebih setelah mendengar kalau dia sedang melakukan PDKT dengan wanita lain.

Tapi aku pun pernah mencoba memberanikan diri mengirim pesan kepadanya duluan. Saat itu aku memang sedang membutuhkan bantuannya. Karena yang dipikiranku, hanya dia yang bisa membantu.

Saat mengetik, aku sempat ragu. Bertanya lagi pada diri sendiri apakah aku perlu melakukan ini? Apakah google tidak bisa membantuku untuk menemukan jawaban yang aku cari? Apakah hanya dia yang bisa aku hubungi di saat seperti ini?

Untuk menanyakan satu pertanyaan ke dia, membuat aku bertemu dengan banyak pertanyaan lainnya. Pertanyaan yang hanya aku yang bisa menjawabnya.

Pada akhirnya, aku tetap mengirim dia pertanyaan itu.

Saat dia membalas, aku menyadari hal lain. Aku tidak lagi merasakan perasaan seperti dulu. Perasaan yang sangat menggebu-gebu saat nama dia masuk dalam daftar pesanku. Aku merasa biasa saja. Padahal jawaban dia pun seperti biasanya, tidak ketus dan sangat ramah.

Aku menyadari: perasaanku sudah berbeda terhadapnya.

Mungkin bisa dibilang kalau aku sudah tidak menyukai dia seperti dulu. Mungkin juga aku sudah terbiasa untuk tidak pernah mendapatkan pesan lagi darinya. Sehingga aku bisa untuk merasa biasa saja saat itu.

Ala bisa karena terbiasa.

Aku bisa merasaan perasaan yang biasa saja karena aku sudah terbiasa tidak berhubungan dengannya lagi.



-Anjar-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar