Memutuskan untuk melupakanmu itu tidaklah mudah.
Memilih untuk menyembunyikan semua postinganmu itu juga bukanlah
hal yang mudah.
Menerima takdir yang berkata tidak untuk hubungan kita
bukanlah sebuah keputusan yang mudah pula untuk aku.
Intinya, kehilanganmu adalah cobaan yang cukup berat.
Masalahnya di sini hanya aku yang melakukan hal itu. Sedangkan kamu
sedang bahagia di sana.
Bodoh bukan diriku?
Setiap kali aku mencoba membulatkan tekatku untuk
melupakanmu walau kamu sedang dalam keadaan apapun, selalu juga aku dibuat
rapuh karena melihat foto dirimu dengannya yang engkau hapus dari social media
milikmu. Itu tandanya apa?
Lantas apakah aku berharap lagi kepadamu? Kadang. Kadang aku mengharapkan dirimu untuk kembali. Tapi lebih sering menelan pil kekecewaan
setiap kali aku kembali membangun harapan. Semua hancur ketika chat yang aku
kirim hanya berakhir dengan tanda bahwa kamu hanya membacanya.
“Ah, mungkin dia lagi sibuk.”
“Ah, mungkin dia lagi sholat.”
“Ah, mungkin hp dia tiba-tiba mati saat ingin membalas.”
Dan masih banyak “Ah, mungkin” lainnya.
Jangan tanya mengapa aku begitu berharap balasan darimu,
karena setiap tukang bangunan yang mendirikan dinding selalu berharap bahwa
dindingnya bisa berdiri kuat dan kokoh, bukan? Begitu juga aku, aku berharap bahwa
dinding harapan yang aku buat bisa berdiri kokoh dengan terus berharap dapat balasan darimu. Tapi
masa kamu sibuk berhari-hari sih, masa kamu sholat berhari-hari tanpa berhenti,
masa hp kamu mati tanpa kamu berusaha menghidupkannya kembali, masa kamu
benar-benar sudah melupakan aku?
Dari sebuah chat yang tak terbalaskan mampu menghancurkan
dinding itu.
Maka dari itu, aku berusaha sekuat mungkin untuk membuat
benteng. Benteng dari segala hal tentang kamu. Benteng yang lebih kokoh
dibandingkan dengan dinding harapan yang aku buat sebelumnya.
Aku memutuskan untuk melepaskanmu.
Entah kedepannya lagi kamu akan hadir di kehidupanku kembali
atau tidak. Aku akan tetap berlindung di balik benteng itu.
Insya Allah, Allah bersamaku yang ingin menjadi wanita yang
lebih baik lagi.
Jakarta, 20 Oktober 2017
Anjar.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar