Selasa, 22 Oktober 2013

Sebuah Pengungkapan

Foto ini dari sini

          Mencintaimu tanpa jejak.
          Mencintaimu tanpa seorangpun tahu.
          Mencintaimu tanpa memerdulikan sekeliling bahwa aku dibilang mereka tak pantas.
          Apakah kau tahu, semua itu begitu sulit bagiku. Sulit untuk menahan perasaan yang begitu tulus ini ke kamu. Dan disana, apakan kamu merasakan hal yang sama seperti aku? ah sepertinya tidak. Mungkin hanya sekedar merasa atau peka pun kamu tidak akan.
          “Aku mencintaimu,” bisikku kepada selembar kertas putih yang kini sedang di hadapanku.
          Kertas itu masih bersih, kalau kata orang suci. Dan mungkin aku akan menjadi orang yang bersalah karena akan menyakiti kertas itu dengan goresan-goresan penaku untuk menceritakan semua hal tentangmu.
          Ya, semua tentangmu. Semua tentangmu yang selama ini aku pendam. Semua tentangmu yang selalu menjadi semangatku setiap kali menyambut mentari pagi. Semua tentangmu yang tidak pernah engkau ketahui di balik ketidak pekaannya dirimu. Semua tentangmu yang ada di lubuk hatiku.
Entah mengapa jantungku jadi berdebar semakin cepat sesaat sebelum aku menggoreskan tinta-tinta penaku. Ah, lagi-lagi perasaan ini kembali muncul. Aku selalu takut untuk mengungkapkan segalanya tentangmu di setiap lembar kertas yang telah aku sediakan. Mengapa? Karena aku tidak mau mendeskripsikan kamu. Karena cinta tidak bisa terdefinisi. Begitulah kamu, kamu tak terdefinisi bagi ku.
          Tetapi, kali ini aku harus bisa! Aku harus bisa menceritakan segala tentangmu di atas kertas ini. Karena aku tidak mau memendam keindahanmu sendirian. Aku ingin sang mentari, bulan, bintang, dan segala partikel udara di sekelilingku tahu kalau kamu lebih indah daripada mereka semua.
          Dear kalian semua yang ada di sekelilingku!
          Sudah tiga tahun ini aku memendam sebuah rahasia. Rahasia tentang sebuah hal yang memiliki hak untuk diungkapkan. Aku jatuh cinta kepadanya. Aku jatuh cinta kepada kakak kelas itu. Aku jatuh cinta dengan semua pembawaan dirinya setiap aku melihatnya. Aku senang merasakan hal ini. Ya! perasaan ini hebat. Tanpa aku meminta diriku untuk tersenyum, pasti aku akan langsung tersenyum saat mengingat namanya.
          Tiga tahun memang bukan waktu yang singkat untuk hanya sekedar memendam rasa. Namun waktu yang aku rasa cukup lama hingga aku siap untuk mengungkapkan semuanya. Aku tahu kalau aku ini wanita, tapi mengapa wanita hanya di haruskan menunggu? Sementara ia bisa untuk mengungkapnya secara langsung.
          Bismillah, semoga langkah aku ini benar. Walau tanpa memberi tahu pun aku sudah tahu jawabannya akan seperti apa, setidaknya aku tidak akan merasa bersalah karena sudah menahan hak cinta untuk diungkapkan.
          Bagiku perasaan sayang ini cukup terbalas jika ia tahu. Dan akan merasa di hargai jika ia membalasnya dengan perasaan yang sama.
          Aku memang belum punya cukup nyali untuk mengungkapkannya secara langsung dihadapannya, akhirnya lewat ponselkah aku mengungkapkanny. 
          “Te Amo” –aku mencintaimu. Bisikku pada layar ponsel. 
          Mengirim pesan dengan kata-kata itu sudah cukup buatku merasakan jantung ini berdegup sangat kencang. Menunggu kamu membalasnya tak melarutkan kegugupanku dihadapan ponsel yang tak berusara. Tak lama kaupun balas pesanku. Ah, terasa ada yang ingin keluar dari mataku ini. Aku harus tahan! Aku tidak boleh menjadi anak STM yang cengeng. Aku bisa menerima walaupun ia menolak.
          Cintaku, ya cintaku. Tak akan ada yang bisa mendeskripsikan ia tanpa ia tahu isi hatiku sebenarnya.


          Kelegaan seketika mengisi seluruh lubang di hatiku. Dan terakhir, aku berharap kertas ini tak keberatan karena aku telah membuatnya akan sangat berharga mulai sekarang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar