Foto ini dari sini
Mencintaimu tanpa jejak.
Mencintaimu tanpa seorangpun tahu.
Mencintaimu tanpa memerdulikan sekeliling bahwa aku dibilang
mereka tak pantas.
Apakah kau tahu, semua itu begitu sulit bagiku. Sulit untuk
menahan perasaan yang begitu tulus ini ke kamu. Dan disana, apakan kamu
merasakan hal yang sama seperti aku? ah sepertinya tidak. Mungkin hanya sekedar
merasa atau peka pun kamu tidak akan.
“Aku mencintaimu,” bisikku kepada selembar kertas putih yang
kini sedang di hadapanku.
Kertas itu masih bersih, kalau kata orang suci. Dan mungkin
aku akan menjadi orang yang bersalah karena akan menyakiti kertas itu dengan
goresan-goresan penaku untuk menceritakan semua hal tentangmu.
Ya, semua tentangmu. Semua tentangmu yang selama ini aku
pendam. Semua tentangmu yang selalu menjadi semangatku setiap kali menyambut
mentari pagi. Semua tentangmu yang tidak pernah engkau ketahui di balik
ketidak pekaannya dirimu. Semua tentangmu yang ada di lubuk hatiku.
Entah mengapa jantungku jadi berdebar semakin cepat sesaat
sebelum aku menggoreskan tinta-tinta penaku. Ah, lagi-lagi perasaan ini
kembali muncul. Aku selalu takut untuk mengungkapkan segalanya tentangmu di
setiap lembar kertas yang telah aku sediakan. Mengapa? Karena aku tidak mau
mendeskripsikan kamu. Karena cinta tidak bisa terdefinisi. Begitulah kamu, kamu
tak terdefinisi bagi ku.
Tetapi, kali ini aku harus bisa! Aku harus bisa menceritakan
segala tentangmu di atas kertas ini. Karena aku tidak mau memendam keindahanmu
sendirian. Aku ingin sang mentari, bulan, bintang, dan segala partikel udara di
sekelilingku tahu kalau kamu lebih indah daripada mereka semua.
Dear kalian semua yang
ada di sekelilingku!
Sudah tiga tahun ini
aku memendam sebuah rahasia. Rahasia tentang sebuah hal yang memiliki hak untuk
diungkapkan. Aku jatuh cinta kepadanya. Aku jatuh cinta kepada kakak kelas
itu. Aku jatuh cinta dengan semua pembawaan dirinya setiap aku melihatnya. Aku senang
merasakan hal ini. Ya! perasaan ini hebat. Tanpa aku meminta diriku untuk
tersenyum, pasti aku akan langsung tersenyum saat mengingat namanya.
Tiga tahun memang
bukan waktu yang singkat untuk hanya sekedar memendam rasa. Namun waktu yang
aku rasa cukup lama hingga aku siap untuk mengungkapkan semuanya. Aku tahu
kalau aku ini wanita, tapi mengapa wanita hanya di haruskan menunggu? Sementara
ia bisa untuk mengungkapnya secara langsung.
Bismillah, semoga
langkah aku ini benar. Walau tanpa memberi tahu pun aku sudah tahu jawabannya
akan seperti apa, setidaknya aku tidak akan merasa bersalah karena sudah
menahan hak cinta untuk diungkapkan.
Bagiku perasaan sayang
ini cukup terbalas jika ia tahu. Dan akan merasa di hargai jika ia membalasnya
dengan perasaan yang sama.
Aku memang belum punya cukup nyali untuk mengungkapkannya secara langsung dihadapannya, akhirnya lewat ponselkah aku mengungkapkanny.
“Te Amo” –aku
mencintaimu. Bisikku pada layar ponsel.
Mengirim pesan dengan kata-kata itu sudah cukup buatku merasakan jantung ini berdegup sangat kencang. Menunggu kamu membalasnya tak melarutkan kegugupanku dihadapan ponsel yang tak berusara. Tak lama kaupun balas
pesanku. Ah, terasa ada yang ingin keluar dari mataku ini. Aku harus tahan! Aku
tidak boleh menjadi anak STM yang cengeng. Aku bisa menerima walaupun ia
menolak.
Cintaku, ya cintaku.
Tak akan ada yang bisa mendeskripsikan ia tanpa ia tahu isi hatiku sebenarnya.
Kelegaan seketika mengisi seluruh lubang di hatiku. Dan
terakhir, aku berharap kertas ini tak keberatan karena aku telah membuatnya akan
sangat berharga mulai sekarang.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar